Pantai Sanur, terletak di pesisir timur Bali, sering dianggap sebagai destinasi "tenang" dibandingkan Kuta atau Seminyak. Namun, di balik ketenarannya sebagai spot sunrise, Sanur menyimpan kisah unik sebagai saksi bisu perjuangan rakyat Bali, pusat konservasi terumbu karang tertua, dan laboratorium hidup harmoni antara tradisi dengan modernitas. Dari monumen perang kolonial hingga inovasi kuliner berbasis rumput laut, berikut eksplorasi mendalam tentang Sanur yang belum banyak terungkap.
Sanur berlokasi di Kecamatan Denpasar Selatan, hanya 20 menit dari Bandara Ngurah Rai. Berbeda dengan pantai barat Bali yang menghadap Samudera Hindia, Sanur menghadap Selat Lombok dengan ombak tenang. Aksesnya mudah melalui Jalan By Pass Ngurah Rai, dengan parkir terorganisir di sepanjang Pantai Matahari Terbit (Rp5.000 untuk motor, Rp10.000 mobil). Yang unik, jalan setapak sepanjang 5 km di tepi pantai (Sindu Beach Walk) dibangun di atas bekas jalur ritual Melasti abad ke-19, menghubungkan Pura Belangjong hingga Monumen Puputan Badung.
Sanur bukan sekadar pantai—ini adalah situs sejarah hidup:
Prasasti Belangjong (914 M): Prasasti tertua di Bali yang mencatat ekspedisi Raja Sri Kesari Warmadewa, terletak di Pura Belangjong. Ditulis dalam bahasa Sanskerta dan Bali Kuno, prasasti ini menjadi bukti awal hubungan Bali dengan kerajaan Nusantara.
Monumen Puputan Badung (1906): Tugu peringatan perlawanan Raja Badung I Gusti Ngurah Made Agung melawan Belanda. Lokasi tepatnya di bekas Puri Sanur, di mana 400 orang melakukan puputan (perang habis-habisan) hingga gugur.
Rumah Seni Le Mayeur: Bekas kediaman pelukis Belgia Adrien-Jean Le Mayeur yang menikahi penari Legong Ni Pollok. Museum ini menyimpan 88 lukisan orisinal dengan teknik pencahayaan alami untuk menjaga keaslian warna.
Sanur memiliki Taman Terumbu Karang Buatan Pertama di Dunia (dibangun 1973) di Pantai Sindu. Proyek ini menggunakan struktur beton berbentuk reef ball untuk mempercepat regenerasi karang. Hasilnya, 67 spesies karang dan 212 spesies ikan berhasil dikembalikan.
Selain itu, Kawasan Konservasi Penyu Pantai Matahari Terbit mengadopsi sistem Pemuliaan Berbasis Adat:
Telur penyu diselamatkan dari predator dan ditetaskan di hatchery berbahan bambu.
Pelepasliaran dilakukan setiap Bulan Purnama dengan ritual Nangluk Merana untuk memohon keselamatan penyu.
Nelayan Sanur masih menggunakan metode tradisional “Aji Krama”:
Jaring Lipat Bambu (Jaring Sero): Dipasang di zona khusus untuk menangkap ikan tanpa merusak terumbu.
Navigasi Lontar Segara: Menentukan waktu melaut berdasarkan kalender Bali Kuno yang terukir di daun lontar.
Tabu Sasi: Larangan menangkap ikan di zona tertentu selama 3 bulan setiap tahun, sesuai hukum adat.
Di Pasar Ikan Kedonganan Sanur, aktivitas lelang ikan pagi hari (04.00–06.00 WITA) menjadi pertunjukan budaya, di mana nelayan bernegosiasi dengan bahasa isyarat turun-temurun.
Garden of Sanur: Taman rahasia di Jalan Danau Poso dengan koleksi tanaman obat Bali dan patung kontemporer.
Kampung Batik Sanur: Desa di belakang Pasar Sindhu tempat pengrajin membuat batik cap menggunakan motif Megamendung Sanur (adaptasi Cirebon dengan sentuhan ikan laut).
Pantai Karang Sanur: Spot snorkeling sepi di timur Pantai Matahari Terbit dengan formasi batu karang alami berbentuk arca.
Sate Lilit Sanur: Daging marlin cincang dibumbui base genep dan kelapa sangrai, dibakar di arang kayu mangga.
Nasi Jinggo Kuah Santan: Versi unik Nasi Jinggo dengan kuah santan pedas dan topping ikan tongkol asap.
Es Daluman Gula Bali: Minuman detoks dari daun greening, disajikan dengan gula aren cair dan kolang-kaling.
Warung legendaris seperti Warung Mak Beng (sejak 1941) tetap mempertahankan menu ikan goreng dengan sambal mentah tanpa variasi, sebagai bentuk penghormatan pada resep leluhur.
Sanur Village Festival: Acara tahunan sejak 2006 yang fokus pada seni, lingkungan, dan kuliner. Salah satu program uniknya adalah Trash to Art Competition, di mana sampah plastik diubah menjadi instalasi seni.
Proyek Mangrove Mertasari: Restorasi 15 hektar hutan bakau dengan jalur kayu sepanjang 1 km, hasil kolaborasi warga dan startup lingkungan.
Kampung Organik Sanur: Kebun urban di lahan sempit warga yang menyuplai sayuran ke restoran hotel bintang lima.
Peningkatan kunjungan wisatawan memicu masalah:
Abrasi Pantai: Hilangnya 3 meter garis pantai per tahun di area Padang Galak.
Konversi Lahan Hijau: Alih fungsi sawah subak menjadi villa.
Solusi inovatif warga:
Pemasangan Geotube (kantong pasir raksasa) untuk menahan abrasi, dirancang ramah biota laut.
Peraturan Adat “Awig-Awig”: Larangan membangun di radius 100 meter dari pura dan sumber air suci.
Ekowisata Berbasis Subak: Wisatawan bisa ikut menanam padi atau memanen garam tradisional.
Waktu Terbaik: Kunjungi Mei–September untuk sunrise jelas atau Februari–April saat Festival Layang-Layang Internasional.
Transportasi: Sewa sepeda ontel (Rp50.000/hari) untuk jelajahi jalur tepi pantai.
Etika Budaya: Hindari berfoto di area ritual di Pura Belangjong tanpa izin.
Kontribusi Lingkungan: Ikuti beach clean-up setiap Sabtu pagi yang diorganisir komunitas lokal.
Sanur adalah cerminan Bali seutuhnya: sejarah heroik, konservasi progresif, dan budaya yang hidup. Di sini, Anda bisa menyaksikan matahari terbit di pantai sambil belajar membuat jaring tradisional, atau menikmati hidangan warisan puri di antara gemerlap hotel berbintang. Dibanding destinasi lain, Sanur menawarkan kedalaman yang tak sekadar visual—tapi juga napas kehidupan masyarakat yang menjaga warisan leluhur di tengah modernisasi.